Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Surat Untuk Quthz #2

Qutz, Aku menyusuri kembali jalan-jalan di mana kita pernah menyejajari langkah kita sambil kau tak henti merapal kisah dan peristiwa. Di salah satu toko buku kau pernah memaksaku membeli Api Sejarah. Kupikir, untuk apa lagi aku membelinya jika setiap halaman dalam buku tersebut bisa kudengar darimu secara detil. Tapi kau tau, diam-diam aku membelinya. Benar, ada perasaan yang tidak kau temukan dibandingkan berkomunikasi langsung dengan sang penulis melalui tulisannya. Kupikir, itu hanya karena style belajarku dan belajarmu saja yg cukup sama. Orang lain bisa jadi tak sama dengan kita.  Hampir setahun. Toko buku di persimpangan sudah ada beberapa yg tutup.  Banyak yg hilang dari kita, Quthz. Bukan hanya tentang menghabiskan waktu di HB Jassin, Masjid Amir Hamzah, atau menghentikan angkutan umum dari Atrium, menyusuri Kramat Raya menuju perpustakaan Dewan Dakwah.  Yang hilang dari kita, menyegerakan amal atas ilmu yang sudah diketahui. Rasa-rasanya, aku rindu petang mu...

Surat untuk Quthz #1

Quthz, ku notulensikan hasil percakapan kita semalam tentang 120 hari yang terlewat tanpa pertemuan, tanpa surat, tanpa kabar berita. Betapa bagi orang yang menunggu, waktu selalu terasa lebih lama. Pertemuan 2 jam itu, sebenarnya tidak cukup, Quthz. Tapi, atas hikmah-hikmah yang tersurat maupun tersirat dari lisanmu, rasa-rasanya bersyukur lebih bisa mendatangkan sakinah. Kekhawatiranmu dalam mengajar sebenarnya itu juga yang menjadi kekhawatiranku. Selama ini dibandingkan yang lain, kau pikir aku yang memiliki idealisme paling tinggi tentang mendidik? Betapa banyak orang-orang berpikir bahwa dunia Pendidikan adalah memang passionku. Quthz, bukankah jauh sebelum kita dipertemukan dengan dunia Pendidikan di mana kita menapakkan kaki di sini, aku sudah menyampaikan impianku tentang Pendidikan yang benar-benar menjadi prototype seorang muslim. Jauh sebelum kita mengenal tempat di mana kita menjejaki langkah kita di sini. Empat bulan mengajar di sekolah umum, membuatku banyak menan...

Menikah: Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Tiada terlihat indah lebih indah, bagi dua hati yang saling mencintai, yang semisal nikah. Tiada terdengar lebih tuah, bagi dua pribadi yang menikah, yang semisal berkah. Tiada terbaca lebih menjaga, bagi kedua jiwa yang berkah, yang semisal sakinah. Tiada teraba lebih membara, bagi dua sosok yang sakinah, yang semisal mawaddah. Tiada terasa lebih surga, bagi dua sosok yang mawaddah, yang semisal rahmah. Maka, di lapis-lapis keberkahan, rumah tangga surgawi itu menumbuhkan putra-putri berbakti yang mengenal Rabbnya, mentauhidkan Illahnya, memesrai kebersamaan dengan-Nya, menikmati ketaatan pada-Nya, bersumsumkan akhlaq mulia, dan bersendikan adab jelita. (Salim A Fillah)

Menang dan Kalah, Syuro dan Sabar

“…Karena jiwa tidak akan pernah menang, Dalam semua kecamuk perang, Kecuali setelah ia menang dalam pertempuran rasa, Pertarungan akhlak, dan pergulatan manhaj…” -Sayyid Quthb, Fii Zhilaalil Qur’an- Semakin banyak manusia berhimpun, maka akan semakin terlihat betapa beragamnya mereka. Perbedaan-perbedaan tak terelakkan baik dalam merasa, memperhatikan, memikirkan, menelaah, mengambil sikap, maupun bertindak. Maka hidup berjama’ah sekokoh janji, selalu memerlukan suatu ikhtiar agar perbedaan-perbedaan itu tak perlu mengguncang apalagi merenggangkan dekapan ukhuwah. “Perbedaan,” kata Ust. Anis Matta dalam Menikmati Demokrasi, “Adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjama’ah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan.” Nah, bagaimana mengelola perbedaan itu agar benar-benar menjadi kekayaan? Apakah Allah dan RasulNya menetapkan satu mekanisme untuk menyelesaikan soal ini? Dalam dekapan ukhuwah, mar...

Spesialisasi

Rasul nampak heran ketika ada seseorang dari kaum pembegal dengan kesadarannya sendiri menjadi orang kelima atau enam yang meraih iman. Rasul bahkan tidak mengenalnya ketika ia tiba-tiba datang, minta dibacakan Alquran dan tanpa basa-basi bersyahadat. Namun keislaman tidak seketika menguapkan gaya pembegal ala kabilah Ghifar dalam diri lelaki itu. Dia adalah orang pertama yang meneriakkan Islam di Masjidil Haram padahal Islam masih didakwahkan dengan bisik-bisik! Gara-gara aksi nekatnya itu ia dikeroyok hingga babak belur bahkan pingsan.  Ngeyel , saat siuman kalimat syahadat kembali meluncur dari lisannya. Demikianlah epik Jundub Bin Junadah alias Abu Dzar Alghifari melewati hari pertamanya menjadi muslim. Bertahun kemudian Abu Dzar terlihat di antara kepulan debu yang terbang karena hentakan kaki-kaki hewan tunggangan dan pejalan kaki. Andaikan kumpulan manusia itu tidak berulang meneriakkan takbir, warga Madinah mungkin akan menyangka pasukan Quraisy sedang menyerang mereka....

Move On

Kesedihan hanya menusuk sedalam yang kita izinkan! Duka atas kematian para shahabat dalam Perang Uhud tak menjadikan Rasul kehilangan kewaspadaannya terhadap musuh yang mungkin kembali menyerang. Setelah perang berakhir Beliau mengutus Ali bin Abi Thalib untuk membuntuti pasukan musyrikin dan menyelidiki pergerakan mereka. Kewaspadaan Rasul dan kemampuan beliau untuk memprediksi gerakan musuh terbukti akurat. Ali melaporkan bahwa pasukan musuh menunjukkan gelagat ingin menyerang Madinah. Esok harinya Rasul menyeru pasukannya untuk kembali berjihad. “Janganlah keluar bersama kami kecuali orang-orang yang ikut bersama kami dalam Perang Uhud kemarin!” Para shahabat segera menjawab seruan Rasul, termasuk mereka yang sedang terluka parah. Bahkan di antara mereka ada yang belum sempat memasuki rumahnya. Sami’na wa atha’na , kini tak seorang pun dari mereka yang berambisi untuk merebut ghanimah. Pasukan yang masih lemah itu lantas bergerak mengejar kaum musyrikin. Rasul tinggal di Ha...

Hidayah dalam Pusaran Amarah

Perang yang berujung kalah menang adalah hal biasa bagi Kafir Quraisy. Hanya saja kekalahan mereka di Perang Badar terasa jauh lebih pahit dari semua kekalahan. Para pembesar mereka tewas di tangan kaum rendahan menurut perspektif masyarakat jahiliyah. Abu Jahal dihabisi oleh Ibnu Mas’ud, seorang penggembala sekaligus keturunan budak. Umayyah bin Khalaf tewas di tangan mantan budaknya sendiri, Bilal bin Rabbah. Dada Shafwan bin Umayyah bin Khalaf dijejali dendam sehingga ia tak mampu lagi tersenyum. Ia merasa Perang Badar telah keluar dari tradisi perang yaitu seseorang berhadapan dengan orang yang sederajat. “Demi Allah tidak ada kebaikan dalam hidup ini setelah mereka mati,” katanya kepada Umair bin Wahb. Umair bin Wahb mengatakan bahwa bila bukan karena beban hutang dan keluarga ia tak akan segan membunuh Muhammad di Madinah. Shafwan berbinar, ia segera mengambil kesempatan. Shafwan mengatakan bahwa hutang dan keluarga Umair akan ia tanggung asalkan Umair berani mengeksekusi Mu...

Buncit dan Sok Alim

“Apa ini?” Kata Umar sambil menepuk perut seorang buncit. Puk puk puk... “Ini karunia dari Allah?” Jawab si buncit dengan PD-nya. “Ini justru azab dari Allah!" Sergah Umar. Umar berseru, “Wahai manusia! Hindari perut yang besar karena membuat kalian malas melaksanakan shalat, merusak organ tubuh, menimbulkan banyak penyakit. Makanlah kalian secukupnya agar kalian semangat melaksanakan shalat, terhindar dari sifat boros dan lebih giat beribadah kepada Allah.” Pada kesempatan yang lain Umar keheranan setengah anyel. “Kenapa orang itu berjalan seperti itu?” tanya Umar ketika melihat seseorang yang berpenampilan lusuh dan klemar-klemer . “Tak pantas seorang mukmin berjalan lambat dan berpenampilan kumuh.” Sikap umar yang blak-blakan memang tidak biasa membiarkan sesuatu yang dirasanya salah berlalu begitu saja darinya. “Hei,” tegur Umar, “engkau merusak Agama Islam dengan penampilanmu itu. Tegaklah saat berjalan dan tampakkan kemuliaan Islam!” Umar melanjutkan, “keliru ...
Perempuan yang tengadah dalam doa-doa malamnya adalah yang paling merunduk dalam ilmunya, yang piawai dalam dalam menata perasaannya, yang takzim pada muara kebaikan, yang tegak dalam kebenaran, yang teguh dalam prinsip, yang menari bersama kesabaran, yang hidupnya tidak cukup untuk dirinya seorang, yang ridha dalam ketetapan. Perempuan yang ridha dalam ketetapan, yang hidupnya tidak cukup untuk dirinya seorang, yang menari bersama kesabaran, yang teguh dalam prinsip, yang tegak dalam kebenaran, yang takzim pada muara kebaikan, yang piawai dalam dalam menata perasaannya, yang paling merunduk dalam ilmunya adalah yang tengadah dalam doa-doa malamnya.

Di Bawah Naungan Nubuwwah (Rasulullah, Doa Nabi Ibrahim dan Busyro Nabi Isa)

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahakuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqoroh: 129) Doa Nabi Ibrahim akhirnya dikabulkan oleh Allah setelah tiga ribu tahun kemudian. Pengabulan doa Nabi Ibrahim ini tertera di QS. Al Jumuah: 2, “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah(Sunnah) meskipun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”

Jahiliyah dan Kondisi Masyarakat Arab dan Dunia Sebelum diutusnya Rasulullah

“Simpul kekuatan Islam akan terurai satu per satu manakala seseorang tumbuh dalam Islam tanpa mengenal jahiliyyah.” (Umar bin Khattab) Tidak berlebihan kalimat sahabat utama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Umar Bin Khattab yang seringkali perkataan dan pendapatnya dibenarkan dalam Al Qur’an. Seorang yang paham tentang jahiliyyah akan merasakan betapa indahnya berada dalam naungan Islam. Ia memiliki perbandingan ketika hidup dalam kungkungan jahiliyyah dengan hidup berlandaskan nilai-nilai Islam. Seperti Umar bin Khattab yang pernah menertawakan kejahiliyahannya. “Dahulu di masa jahiliyyah…” kenangnya,

Sehimpun Inspirasi dari Dauroh Indonesia Murojaah

Bismillahirrohmaanirrohiim. Alhamdulillaahilladzii bini’matihii tatimmusshalihat. Pada bagian 1 ini saya akan menuliskan hal-hal terkait murajaah yang disampaikan KH. Deden M. Makhyaruddin pada Dauroh Indonesia Murajaah yang diselenggarakan pada 29 Desember 2017- 4 Januari 2018 lalu di Pondok Pesantren Al Mustaqimiyyah. Kita mulai dengan sebuah kutipan yang disampaikan oleh Ustad Deden, “Setiap orang bisa menghafal Qur’an, bahkan orang munafik pun bisa. Tapi hanya orang-orang beriman yang mampu memurajaahnya.” Mendengarnya seperti ditembak dari berbagai sisi. Setelah saya renungi, benar juga, menghafal Qur’an itu hanya pekerjaan sekali yang kurun waktunya bisa pendek, bisa juga panjang. Ada orang yang 3 bulan, bisa menghafal 30 Juz Al Qur’an, ada yang 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, bahkan mungkin lebih. Tetapi murojaah adalah pekerjaan seumur hidup yang tidak bisa hanya beberapa bulan atau setahun dua tahun dilakukan, tetapi seumur hidup! Sampai Allah mengatakan, “wahai ha...

Menulis Fiksi, Haram! Atau Menulis Fiksi, Haram?

Tadi sore, seorang adik kelas di organisasi kampus bertanya perihal tulisan fiksi. Ia ingin menulis fiksi tapi tebentur dengan pandangan, ada ustad yang mengatakan bahwa menulis fiksi itu haram karena sama saja berdusta.  Saya langsung tersenyum mendengarnya. Menduga siapa ustad yang dimaksud dan benar dugaan saya. Saya langsung mengangguk sendiri padahal kami sedang ngobrol via chat whatsapp. Ustad tersebut punya dalil dan mengacu kepada ulama yang memang mengharamkan. Saya berhusnuzhan bahwa beliau-beliau adalah orang-orang yang memang sangat menjaga dan tidak ingin terjerumus kepada perkara-perkara sifatnya masih banyak perbedaan pendapat di dalamnya. Saya pun menjawab dengan kapasitas ilmu saya yang masih sangat dangkal ini. Ada beberapa kalimat tambahan yang tadi tidak saya sampaikan kepadanya tapi saya tuliskan di sini sebagai informasi saja. Terkait masalah haram-tidaknya, sama seperti halnya gambar, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Ada yang benar-benar meng...

Cara Menghadapi Masalah

Kau bertanya kepadaku bagaimana cara untuk tegar. Qutz, kau bertanya kepada orang yang masih cengeng menghadapi persoalan hidupnya sendiri. Aku merasa tidak punya kapasitas untuk menjawabnya. Maka, mari kita temui Khabbab bin Al Arat, seorang budak milik Quraisy. Yg demi keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, ia mengalami berbagai macam ujian dan siksaan. Puncaknya, ketika tuannya memanggangnya dalam api sehingga api itu padam sendiri oleh lemak yg meleleh dari punggungnya. Yg karena iman itu jugalah, ia mampu menanggung pedihnya siksaan. Mari kita lihat Mush'ab bin Umair, Qutz. Pemuda Rupawan, tajir, dielu-elukan kaumnya, kasih sayang ibunya. Apa yg ia inginkan akan didapatkan dari ibunya. "Seolah-olah dia adalah pemuda dari kalangan penduduk surga." "Belum pernah aku melihat seorang yg diberi kenikmatan lebih di kota Mekkah ini selain Mush'ab bin Umair. Lalu, karena keimanannya kepada Allah dan Rasulnya ia menjual dunia utk membeli akhiratnya. Ia disiksa...

Cerita Kehidupan

Qutz, hidup kita dibangun oleh cerita-cerita. Begitupun hidup orang lain. Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing. Kita tidak bisa menuntut orang lain sama seperti kita, begitupun kita tidak bisa menuntut diri kita untuk sama seperti cerita yang dimiliki orang lain. Dengan memahami hal sederhana ini, kita akan lebih paham bagaimana kita memulai cerita hidup kita tanpa harus disetiri oleh orang lain. Karena cuma kita, yang mengetahui tentang diri kita. Qutz, sesekali kau perlu menutup mata. Jika dirasa kehidupan dan apa yang dicapai orang lain, menganggu jalan kita. Ketika ternyata orang lain telah meraih skala apa yang kita inginkan juga sedangkan kita masih berusaha untuk mencapainya. Sesekali saja, Qutz. Tidak untuk selamanya. Karena setiap orang punya starting point dan finishing point' yang sudah ditentukan. Tidak perlu merasa rendah diri dan jangan terlalu kreatif menanggapi pendapat orang lain "bahwa Fulan telah begitu, fulanah telah mencapai itu" jangan de...

Jagalah Allah

Ada hal yang harus saya syukuri di usia saya sampai saat ini dan semoga dengan kesyukuran ini Allah menjaga nikmat tersebut dan menetapkan saya untuk bisa Istiqomah. Aamiin. Nikmat yang saya maksud tersebut adalah kenikmatan mempunyai prinsip tidak pacaran. Yang saya ingat, keluarga saya menanamkan hal itu dari usia saya masih kanak-kanak. "Pacaran itu tidak ada dalam Islam. Itu sama saja mendekati zina." Kalimat ini terkonsep semakin matang ketika buku-buku yang disajikan kepada saya adalah novel-novel Islami bermuatan dakwah yang didalamnya terselip amanah-amanah dari ayat bahwa kita tidak boleh mendekati zina dan pacaran termasuk salah satu cara untuk mendekati zina. Juga pesan-pesan untuk mempersembahkan cinta itu kepada Allah saja. Inilah yang membuat saya tidak tertarik sama sekali untuk mengikuti jejak teman-teman saya yang pacaran bahkan saya miris melihatnya. Saat itu juga saya berpikir, "gimana umat mau bangkit kalau anak-anak Islamnya pacaran". Anak SD,...