“Simpul kekuatan Islam akan terurai
satu per satu manakala seseorang tumbuh dalam Islam tanpa mengenal jahiliyyah.”
(Umar bin Khattab)
Tidak berlebihan kalimat sahabat
utama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Umar Bin Khattab yang seringkali
perkataan dan pendapatnya dibenarkan dalam Al Qur’an. Seorang yang paham
tentang jahiliyyah akan merasakan betapa indahnya berada dalam naungan Islam.
Ia memiliki perbandingan ketika hidup dalam kungkungan jahiliyyah dengan hidup
berlandaskan nilai-nilai Islam. Seperti Umar bin Khattab yang pernah
menertawakan kejahiliyahannya.
“Dahulu di masa jahiliyyah…”
kenangnya,
“aku membuat patung sesembahan dari gandum atau manisan. Aku menyembahnya dan berkata, “Demi Latta dan Uzza, engkaulah yang memberikan aku makan dan rizki. Saat lapar dan tidak kutemui makanan, aku memakan gandum dan manisan yang telah kujadikan patung sembahan tersebut. Aku memakan tuhan sembahanku saat itu.” Ia pun tertawa setiap mengingatnya.
“aku membuat patung sesembahan dari gandum atau manisan. Aku menyembahnya dan berkata, “Demi Latta dan Uzza, engkaulah yang memberikan aku makan dan rizki. Saat lapar dan tidak kutemui makanan, aku memakan gandum dan manisan yang telah kujadikan patung sembahan tersebut. Aku memakan tuhan sembahanku saat itu.” Ia pun tertawa setiap mengingatnya.
Hal ini tidak berarti kita harus
menjadi jahiliyah terlebih dahulu agar bisa lebih kokoh dalam Islam. Tentu saja
tidak. Tetapi dengan memahami kondisi jahiliyah sebelum datangnya Islam, kita akan
lebih bersyukur dengan keislaman kita, kita akan tahu jahiliyah-jahiliyah di
masa sebelum Islam yang menjelma jahiliyah lain di masa kini. Selain itu, kita
bisa menelisik bagaimana Rasulullah dalam kurun waktu 23 tahun dapat mengubah
kondisi yang sedemikian tidak beradab pada saat itu menuju peradaban Islam yang
mendunia dan kokoh. Peradaban yang dibangun oleh Rasulullah ini sangat efektif
karena tidak seperti peradaban lain yang banyak mengorbankan nyawa dalam
membangunnya, sebab Islam sangat menghargai setiap darah kaum muslimin sehingga
dalam setiap peperangan, korban dari kaum muslim sedikit. Dalam Islam, nyawa satu kaum muslim sangat
mahal bahkan tidak bisa dihargai kecuali dengan nyawa juga. Dengan latar
belakang yang disebutkan, itulah mengapa setiap pembahasan siroh, selalu
dimulai dengan Bab Jahiliyyah.
Mari kita simak penjelasan Al Hafidz
Ibnu Hajar tentang pengertian jahiliyyah.
Dalam kitab Fathul Bari’ dan al Qoul
al Mufid, Ibn Utsaimin, beliau menjelaskan bahwa jahiliyyah adalah masa sebelum
Islam. Zaman itu dinamakan zaman jahiliyyah karena tingkat kebodohan mereka
yang parah, tidak mengenal hak Allah dan hak makhluk.
Jahiliyyah merupakan tatanan nilai, system, dan praktik
yang menyimpang dari wahyu. Jahiliyah bersifat universal. Tidak hanya berlaku
pada masyarakat Arab tapi seluruh masyarakat dunia sebelum Islam. Jahiliyah
yang terjadi pada bangsa Arab saat itu karena menyelewengkan agama Ibrahim yang
lurus. Dalam Ar Rahiq Al Makhtum, Syaikh Safiyyurrahman Al Mubarakfury
menyebutkan, jauh sebelum Rasulullah lahir, bangsa Arab sebenarnya menganut
agama Nabi Ibrahim, sampai datanglah seorang bernama Amr bin Luhay, seorang
tokoh dari Bani Khuza’ah. Dialah orang pertama kali yang menyebarkan paganism
di kalangan penduduk Arab. Salim A Fillah dalam buku Saksikan Bahwa Aku Seorang
Muslim menyebutkan bahwa di tengah kaumnya, Amr bin Luhay dikenal sebagai
seorang tokoh yang penuh kebajikan, dermawan, dan apresiatif terhadap urusan
agama. Dia bagi kaumnya adalah seorang alim besar yang didengar kata-katanya.
Suatu ketika, Amr bin Luhay
mengadakan perjalanan ke Syam yang saat itu menjadi model negara yang maju dan
melihat di sana penduduknya menyembah berhala. Tanpa menggali lebih dalam, dia
menyimpulkan bahwa syam adalah tempat diutusnya para rasul dan negeri
diturunkannya kitab suci. Amr bin Luhay kembali ke Mekkah dengan membawa
berhala Hubal dan diterima oleh masyarakat Mekkah. Maka penduduk Arab lainnya
yang menganggap penduduk Mekkah adalah penjaga rumah Allah, pengikut dakwah
nabi Ismail, ikut-ikutan menyembah berhala. Lebih jauh dikisahkan bahwa Amr bin
Luhay bekerjasama dengan iblis melakukan penggalian menemukan berhala-berhala
yang terpendam di sekitar Mekkah dan mereka berhasil menemukannya lalu
dibagi-bagikan kepada setiap suku. Dimulailah pembaruan-pembaruan dalam
keagamaan; thawwaf untuk berhala, berkurban dan bernazar untuk berhala, dan
memohon kepada berhala. Namun, ada satu suku yang menolak hal tersebut yaitu
dari Bani Jurhum.
Kisah ini terkesan mirip-mirip dengan
tokoh-tokoh muslim Indonesia yang belajar ke sebuah Negara yang terkenal maju
lalu pulang dengan membawa pemikiran Liberalisme, Feminisme, LGBT, Sekulerisme.
Masuk ke pembahasan jenis jahiliyah,
ini bisa bermacam-macam bisa bermacam-macam. Al Qur’an sendiri mengatakan ada
empat jenis jahiliyah, yaitu jahiliyah pemikiran (QS. Ali Imron: 154),
jahiliyah gaya hidup (QS. Al Ahzab 33), jahiliyah hubungan sosial (QS. Al Fath
26), dan jahiliyah politik (QS. Al Ma’idah 50).
Bentuk jahiliyah pun bermacam-macam.
Jahiliyah dalam ibadah misalnya, humus atau status dan hak istimewa penduduk
tanah suci, Wukuf Quraisy di Mudzalifah, tidak membuat minyak samin saat ihram.
Jahiliyah dalam praktik ekonomi adalah Mirba’ (1/4 rampasan), Shafiy (bagian
rampasan istimewa yang dipilih pemimpin), Nasyithah, dan fudhul. Dalam kehidupan
sosial, mereka sangat fanatik terhadap suku, merendahkan status wanita, mengubur
anak wanita mereka hidup-hidup, menghalalkan zina, dan menikah jahiliyah. Dalam
praktik politik ada Darun Nadwah di Mekkah pemutus segala kebijakan, Al Mala’
(pejabat-pejabat) dan peran strategisnya di masyarakat.
Matarantai dari semua jenis jahiliyah
tersebut bermuara pada penyekutuan terhadap Allah.
Islam datang untuk memberantas segala
bentuk kebatilan dan mengokohkan nilai-nilai baik yang sudah berkembang di
masyarakat Arab. Ya, masyarakat Arab dikenal sebagai penduduk yang murah hati,
menepati janji, sifat pantang menerima pelecehan dan kezaliman, tekad yang
tidak pernah pudar, lemah lembut, tenang, dan waspada, menghormati tamu,
menghormati ka’bah dan bulan-bulan haram, dan saling tolong-menolong. Sebab Islam tidak datang untuk memberangus
semua yang ada. Tetapi menumpas sendi kebatilan dan mengokohkan sendi-sendi
kebaikan dengan Islam. Seperti yang
dikatakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, “aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak.”
Sekarang mari kita lihat kondisi
jahiliyah di masyakarat dunia pada umumnya. Sebelum Islam datang, sudah ada
peradaban-peradaban besar dunia saat itu; peradaban Yunani, India, Persia, dan
Romawi. Mereka tegak dalam hal ilmu pengetahuan tetapi runtuh dalam hal akhlak
yang akhirnya keruntuhan akhlak itu sendiri yang menjadi sebab keruntuhan
peradaban mereka.
Raghib As Sirjani dalam
Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia menjelaskan bagaimana kondisi peradaban-peradaban
tersebut.
1. Peradaban Yunani
Ada teori
Plato tentang sebuah kota yang berdaulat. Menurutnya, kota yang berdaulat
terdiri dari para ahli filsafat, bala tentara, dan peringat ketiga adalah kuli
dan petani. Filsafat ini dijadikan satu-satunya hukum. Peringkat kedua adalah tentara. Plato
meletakkan undang-undang yang sangat keras (membunuh), menghilangkan rasa
kepribadian individu sama sekali. Sebab, tak ada dari kalangan prajurit yang
mempunyai hak kepemilikan, tidak punya hak untuk berkeluarga, tidak boleh
beristri dan mempunyai anak. Mereka menjadikan wanita sebagai milik bersama di
antara seluruh para tentara. Anak-anak yang lahir dari perempuan tersebut tak
diketahui bapaknya, dianggap sebagai anak-anak negara.
Sementara
peringkat ketiga adalah kuli dan petani. Mereka memiliki kedudukan sebagai
orang yang berkhidmat kepada hakim dan tentara. Mereka tidak mempunyai hak
secara bebas. Orang sakit dalam kota ciptaan Plato ini tidak diberi tempat
bahkan dikucilkan jauh dari kota.
Pemikiran
para ahli filsafat Yunani banyak menimbulkan kemerosotan akhlak bagi peradaban
mereka sendiri. Hingga mereka hampir tidak mempunyai sisi kemanusiaan kepada
manusia lainnya. Mereka menghalalkan hubungan seks secara bebas, membenarkan
membunuh anak-anak dengan alasan meringankan kepadatan penduduk.
2. Peradaban India
Kita mengenal
ada sistem kasta yang menjadi aturan bangsa India. Brahmana, Ksatria, Waisya,
dan Sudra. Dikatakan, kasta Brahmana adalah barisan Tuhan. Seluruh yang ada di
muka bumi adalah milik mereka. Hak mengambil kepemilikin golongan di bawahnya
adalah boleh untuk mereka. Sementara kasta Sudra adalah komunitas yang dalam
undang-undang disejajarkan dengan hewan-hewan bahkan kedudukan mereka lebih
rendah dari anjing. Mereka dijadikan tebusan atas pembunuhan anjing, kucing,
katak, tokek, burung gagak, dan burung hantu.
Kedudukan
wanita bagi mereka sama seperti budk wanita. Seorang lelaki yang bangkrut,
dengan kehendaknya boleh menjadikan wanita sebagai taruhan judi. Pada kelompok
tertentu wanita boleh mempunyai beberapa suami. Selepas kematian suaminya, dia
menjadi janda yang tidak boleh menikah lagi dengan tujuan merendahkan dan
menyakiti. Atau dia menempati rumah suaminya yang meninggal sebagai budak.
Kadang dia membakar dirinya sebagai belasungkawa atas kematian suaminya dan
tebusan dari siksa hidup.
3. Peradaban Persia
Peradaban
mereka cemerlang pada masa Sasaniyah. Mereka unggul dalam bidang politik,
ketatanegaraan, serta peperangan, juga terlihat megah dengan kemewahan hidup.
Mereka juga maju dalam adab dan hikmah. Di sisi akidah, pada zaman dahulu
mereka menyambah Allah dan sujud kepada-Nya. Kemudian mereka menjadikan
permisalan matahari, bulan, bintang, dan galaksi-galaksi di langit sebagai
sesembahan. Sampai muncullah Zarathustra. Ia mengatakan, “sesungguhnya cahaya
Allah menjelma dalam setiap sesuatu yang berkilau dan menyala. Dia
memerintahkan menghadap matahari dan api waktu beribadah.” Selanjutnya, mereka
menjadi para penyembah api dengan makna yang sebenarnya.
Dasar-dasar
akhlak merosot. Mereka tidak mengindahkan nasab dan kekerabatan. Menikah dengan
putrinya atau saudarinya sendiri bukanlah hal yang tabu. Mereka menikah tanpa
ada pengecualian batas keluarga. Mereka membuat peraturan yang melindungi
orang-orang yang melakukan seks bebas dan menyimpang.
4. Peradaban Romawi
Romawi pada
saat itu merupakan peradaban paling besar di Eropa sesudah Yunani. Dalam pemikiran
dan tatanan undang-undang, mereka memang menjadi kiblat bagi masyarakat dunia.
Tetapi kerusakan akhlak telah menjerumuskan mereka kepada kerusakan-kerusakan
yang lain.
Pihak gereja
menjadi penentu segala kebijakan. Diantara kebijakan-kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut.
Pertama,
kitab suci berada dalam kekuasaan tertinggi. Hanya orang-orang gereja yang
berhak menafsirkan nash-nash kitab suci. Orang umum menerima apa saja
penafsiran tanpa pertanyaan da perlawanan.
Kedua,
sebagai konsekuensi dari keyakinan tersebut, selain kitab suci yang ditafsirkan
oleh pihak gereja, batil. Tidak boleh mempelajarinya.
Ketiga, orang
gereja merupakan penjelmaan Allah di muka bumi. Karena itu, mereka berhak
menyiksa orang yang menentang pemikiran mereka.
Keempat,
manakala orang-orang ahli agama yang murni mempunyai mukjizat dan kemampuan
luar biasa, meka mukjizat tersebut dijadikan pedoman dan memerangi ilmu karena
mukjizat menafikan unsur ilmu.
Kelima,
teks-teks kitab suci mengarahkan supaya meninggalka kehidupan dunia dan
memandang kerajaan Langit tanpa peduli dengan raga, harta, dan kemewahan.
Orang-orang ahli agama menentang ilmu-ilmu. Di mana kedokteran, matematika,
astronomi merupakan ilmu yang menyimpang.
Dalam lingkup
sosial, bangsa Romawi mempunyai dua kelompok kelas masyarakat yatu kalangan
majikan dan budak. Majikan berhak mendapatkan seluruh haknya meski dengan jalan
menyakiti. Mereka menjadikan budak sebagai perhiasan, tidak mempunyai hak
kepemilikan, waris atau mewariskan, tidak bisa menikah dengan aturan yang
ditetapkan. Anak mereka ditetapkan sebagai anak di luar pernikahan resmi. Hak
para tuan untuk melakukan keburukan terhadap budaknya. Tidak ada kemampuan
budak untuk menuntut orang yang menyakitinya di hadapan pengadilan. Orang yang
berhak menuntut jika seorang budak disakiti adalah tuannya. Para tuan berhak
memukul, memenjarakan, memutuskan hukum untuk dibunuh oleh binatang buas di
padang pasir, membiarkannya mati kelaparan, atau bahkan membunuhnya meski tanpa
sebab.
Apabila seorang hamba melarikan diri
lalu tertangkap, maka tuannya berhak membakar atau menyalibnya.
Begitulah
gambaran masyarakat jahiliyah sebelum dan saat datangnya Islam. Pada awalnya
penyekutuan terhadap Allah lalu membuat aturan-aturan yang menyimpang dengan
nilai-nilai kemanusiaan. Jahiliyah adalah kegelapan dan sifat kegelapan adalah
lemah dan mudah hancur. Maka, jika hari ini kita menjunjung tinggi
peradaban-peradaban yang sudah disebutkan, mari telisik kembali. Apakah
peradaban yang seperti itu yang kita harapkan? Peradaban yang justru
menghilangkan adab-adab dalam kehidupan.
Dede El Triana
Mahasiswa Akademi Siroh 2018
Sumber:
ar Rahiq Al Makhtum, Shafiyyurrahman Al Mubarakfury
Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, Raghib as Sirjani
Komentar
Posting Komentar