“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahakuasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al Baqoroh: 129)
Doa Nabi Ibrahim akhirnya dikabulkan
oleh Allah setelah tiga ribu tahun kemudian. Pengabulan doa Nabi Ibrahim ini
tertera di QS. Al Jumuah: 2, “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum
yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
Hikmah(Sunnah) meskipun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan
yang nyata.”
Nabi Ibrahim menggunakan kata
“wab’ats” bukan “arsala” karena kalau “wab’ats” rasul tersebut diutus dari kaum
mereka sendiri. Kalau “arsala” hanya diutus saja. Ada rasul yang diutus bukan
dari kalangan kaumnya. Rasulullah berasal/dibangkitkan dari kaumnya sendiri dan
diutus untuk kaumnya.
Di dalam doa Nabi Ibrahim, urutan
permintaannya adalah 1. Membacakan ayat, 2. Mengajarkan kitab dan hikmah, serta
3. Mensucikan mereka. Tetapi Allah yang Maha Mengetahui, menjawab di surat Al
Jumu’ah dengan urutan yang sedikit berbeda, yaitu, 1. Membacakan ayat, 2.
Menyucikan jiwa, 3. Mengajarkan kitab dan hikmah. Yang diawalkan sebelum
mengajarkan kitab dan hikmah adalah menyucikan jiwa terlebih dahulu.
Selain doa Nabi Ibrahim, Rasulullah
adalah Busyro (kabar gembira) yang dibawa oleh Nabi Isa. Sebagaimana tertera
dalam QS. Ash Shaf: 6: “dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata, “Hai Bani
Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab
sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan datangnya seorang
rasul yang akan datang sesudahku yang bernama Ahmad”. Maka tatkala Rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata,
“ini adalah sihir yang nyata.”
Sementara dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh at Tirmidzi, dari Abu Hurairah beliau berkata: Wahai
Rasulullah, kapankah ditetapkan kenabian untukmu? Beliau bersabda, “ketika Adam
masih diantara fase ruh dan jasad.”
Hari Senin, malam 21 Ramadhan
bertepatan dengan 10 Agustus 610 Masehi. Di usia 40 tahun 6 bulan 12 hari,
Jibril turun menyampaikan wahyu pertama di gua Hira yaitu Surat Al Alaq 1-5.
Dengan dimulai dari “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptkan”
inilah awal akan musnahnya kejahiliyahan. Perintah untuk membaca, perintah
untuk mengilmui. Karena ilmu adalah lawan dari kejahiliyahan. Umat Islam adalah
umat Iqro’ dan umat iqro’ harus sering-sering membaca; membaca buku, membaca
lingkungan, membaca keadaan sekitar.
Sebelum Rasulullah diutus, ada
orang-orang yang hanif (lurus) dan tidak menyembah berhala. Ia beriman kepada
Allah tetapi bingung bagaimana caranya menyembah Allah. Diantara orang-orang
tersebut adalah Waraqah bin Naufal dan Zaid bin ‘Amr. Mereka berpencar mencari
agama yang benar. Zaid bin Amr menuju Syam dan bertanya kepada pendeta perihal
agama yang lurus. Pendeta menyuruhnya kembali ke Mekkah karena agama yang dia
cari sudah muncul di negerinya. Zaid bin Amr bergegas kembali namun belum
sampai ia ke Mekkah, ia dibunuh di perjalanan. Dia berdoa, “Ya Allah, jika
Engkau memang tidak menghendaki kebaikan ini untukku, maka janganlah Engkau
halangi kebaikan ini untuk anakku.” Anaknya, Said bin Zaid, kita kenal sebagai
seorang yang awal menerima Islam.
Pada masa 3 tahun pertama tahun
kenabian, yaitu fase dakwah sirriyyah, orang-orang yang awal masuk Islam adalah
Khadijah istri Rasulullah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah anak angkat
Rasulullah, Abu Bakar Ash Shidiq, Putri-putri Rasulullah. Gelombang pertama
yang masuk Islam adalah Utsman bin Affan al-Umawi, Abdurrahman bin Auf
az-Zuhri, Sa’id bin Abi Waqqash az-Zuhri, Zubair bin Awwam al-Asadi, Thalhah
bin Ubaidillah at-Taimi. Gelombang kedua yang masuk Islam adalah Abu Ubaidah
bin Jarrah, Abu Salamah bin Abdil Asad al Makhzumi, al Arqam bin Abi al Arqam
al-Makhzumi, Utsman bin Mazh’un al-Jumahi, Ubaidullah bin al-Harits bin Abdil
Muthalib, Sa’id bin Zaid al-Adawi dan istrinya Fatimah.
Salah satu perbedaan dan merupakan
keistimewaan Rasulullah dengan nabi-nabi sebelumnya adalah pada manhaj dan
mukjizatnya. Zaman Nabi Nuh belum ada kitab. Manhaj dan mukjizatnya ada pada
nabi mereka, ketika Nabinya meninggal, maka manhaj dan mukjizatnya hilang.
Zaman Nabi Musa dan Isa ada kitab, tapi Allah tidak menjamin untuk menjaga
kitab tersebut. Umat Nabi Muhammad manhaj dan mukjizatnya disatukan yaitu Al
Qur’an dan Allah yang menjamin akan menjaganya. Dan dengan Al Qur’an ini Allah
meninggikan derajat para sahabat bahkan menjuluki mereka dengan generasi
terbaik. Maka seharusnya dengan Al Qur’an yang sama, dengan wahyu yang sama,
umat Islam saat ini harus menjadi umat yang kokoh dengan manhaj dan mukjizat
tersebut yang tidak bisa deremehkan oleh umat lain.
Dede El
Triana
Mahasiswa
Akademi Siroh 2018
Komentar
Posting Komentar