Kau bertanya kepadaku bagaimana cara untuk tegar.
Qutz, kau bertanya kepada orang yang masih cengeng menghadapi persoalan hidupnya sendiri. Aku merasa tidak punya kapasitas untuk menjawabnya.
Maka, mari kita temui Khabbab bin Al Arat, seorang budak milik Quraisy. Yg demi keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, ia mengalami berbagai macam ujian dan siksaan. Puncaknya, ketika tuannya memanggangnya dalam api sehingga api itu padam sendiri oleh lemak yg meleleh dari punggungnya.
Yg karena iman itu jugalah, ia mampu menanggung pedihnya siksaan.
Mari kita lihat Mush'ab bin Umair, Qutz. Pemuda Rupawan, tajir, dielu-elukan kaumnya, kasih sayang ibunya. Apa yg ia inginkan akan didapatkan dari ibunya. "Seolah-olah dia adalah pemuda dari kalangan penduduk surga." "Belum pernah aku melihat seorang yg diberi kenikmatan lebih di kota Mekkah ini selain Mush'ab bin Umair.
Lalu, karena keimanannya kepada Allah dan Rasulnya ia menjual dunia utk membeli akhiratnya. Ia disiksa dari segi fisik, psikis, juga materi. Kulitnya mengelupas, semua fasilitas yg selama ini diberikan dihentikan oleh keluarganya.
Abdurrahman bin Auf suatu hari sedang makan lalu mengenang Mush'ab, " Mush'ab lebih baik dariku. Ia syahid. Tdk ada yg menutup jasadnya kecuali sehelai Burdah." Ia pun menangis dan tdk jadi menyantap makanannya.
Qutz, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury dalam sirohnya mengatakan, apa yg membuat mereka begitu tegar menghadapi hari-hari penuh siksaan tersebut.
Beberapa jawabannya adalah karena Iman dan Al Qur'an. Qutz, kisah adlh nasihat paling lembut yg dihadirkan Allah untuk kita. Terlebih itu adalah kisah dari generasi terbaik.
Qutz, terima kasih sudah bertanya hal yg membuatku merenung dalam. Saat kita merasa lemah, mari telisik kembali kabar iman kita dan pegang kuat-kuat. Sebagaimana Khabab, sebagaimana Mush'ab, tdk ada yg bisa menghentikan dan melemahkan kita selama iman masih mencahaya di jiwa kita.
Qutz, kau bertanya kepada orang yang masih cengeng menghadapi persoalan hidupnya sendiri. Aku merasa tidak punya kapasitas untuk menjawabnya.
Maka, mari kita temui Khabbab bin Al Arat, seorang budak milik Quraisy. Yg demi keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, ia mengalami berbagai macam ujian dan siksaan. Puncaknya, ketika tuannya memanggangnya dalam api sehingga api itu padam sendiri oleh lemak yg meleleh dari punggungnya.
Yg karena iman itu jugalah, ia mampu menanggung pedihnya siksaan.
Mari kita lihat Mush'ab bin Umair, Qutz. Pemuda Rupawan, tajir, dielu-elukan kaumnya, kasih sayang ibunya. Apa yg ia inginkan akan didapatkan dari ibunya. "Seolah-olah dia adalah pemuda dari kalangan penduduk surga." "Belum pernah aku melihat seorang yg diberi kenikmatan lebih di kota Mekkah ini selain Mush'ab bin Umair.
Lalu, karena keimanannya kepada Allah dan Rasulnya ia menjual dunia utk membeli akhiratnya. Ia disiksa dari segi fisik, psikis, juga materi. Kulitnya mengelupas, semua fasilitas yg selama ini diberikan dihentikan oleh keluarganya.
Abdurrahman bin Auf suatu hari sedang makan lalu mengenang Mush'ab, " Mush'ab lebih baik dariku. Ia syahid. Tdk ada yg menutup jasadnya kecuali sehelai Burdah." Ia pun menangis dan tdk jadi menyantap makanannya.
Qutz, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury dalam sirohnya mengatakan, apa yg membuat mereka begitu tegar menghadapi hari-hari penuh siksaan tersebut.
Beberapa jawabannya adalah karena Iman dan Al Qur'an. Qutz, kisah adlh nasihat paling lembut yg dihadirkan Allah untuk kita. Terlebih itu adalah kisah dari generasi terbaik.
Qutz, terima kasih sudah bertanya hal yg membuatku merenung dalam. Saat kita merasa lemah, mari telisik kembali kabar iman kita dan pegang kuat-kuat. Sebagaimana Khabab, sebagaimana Mush'ab, tdk ada yg bisa menghentikan dan melemahkan kita selama iman masih mencahaya di jiwa kita.
Komentar
Posting Komentar