”Barangsiapa yang belum pernah menemui kesulitan dalam proses
pembelajaran ketika itu akan datang kepadanya suatu yang cepat berupa kesulitan
dan kebodohan sepanjang hidupnya.”
Cambuk bagi kita perkataan ulama Mesir diatas. Sebuah cambuk
yang seharusnya menjadi renungan untuk para penuntut ilmu.
Sebuah cambuk yang seharusnya menjadi pelecut semangat para penuntut ilmu, bahwa kesulitan apapun yang ditemui dalam mencari ilmu, tidak akan membuat para pembelajar sejati berhenti menggali ilmu Allah kecuali dia mau terus terkukung oleh kebodohannya, kecuali dia mau terus menjadi budak kebodohan.
Sebuah cambuk yang seharusnya menjadi pelecut semangat para penuntut ilmu, bahwa kesulitan apapun yang ditemui dalam mencari ilmu, tidak akan membuat para pembelajar sejati berhenti menggali ilmu Allah kecuali dia mau terus terkukung oleh kebodohannya, kecuali dia mau terus menjadi budak kebodohan.
Kalau kita tengok sejarah peradaban, para penuntut ilmu tak
lepas dari kesusahan dalam mencari ilmu. Tetapi mereka sadar betul bahwa
kesusahan itu akan terbayar dengan menisnya ilmu yang mereka cari, karena
mereka sadar betul kesusahan dalam mencari ilmu tidak ada apa-apanya
dibandingkan repotnya barada dalam kebodohan.
Mari kita simak kisah sepanjang sejarah, bagaimana perjuangan
seorang murid dalam menuntut ilmu.
Beliau menuntut ilmu di pondok bertahun-tahun lamanya. Beliau
hidup di pondok dengan mengabdikan dirinya kepada guru. Beliau tidak sekolah
formal seperti anak-anak zaman sekarang. Beliau hanya ingin mengambil tiga
kunci kesuksesan dari berbagai kunci yang ada; Doanya guru, Ridhonya guru,
Ikhlasnya guru.
Hari-harinay dihabiskan untuk mencari ilmu dan membaktikan
diri kepada guru. Sampai akhirnya sang guru jatuh sakit dan dia disuruh kembali
ke kampung halaman untuk menransfer ilmunya.
Kita mengenalnya Hasyim Asyari. Pejuang ilmu yang tidak
pernah kuliah di Harvard University atau perguruan ternama lainnya tapi
berhasil mendirikan organisasi yang sangat berpengaruh di Indonesia. Mungkin
dia belajar di Universitas kehidupan. Kehidupanlah yang mengajarinya berjiwa
besar, kehidupan yang membuatnya menjadi manusia beradab. Coba tanyakan,
katanya sekolah itu membuat yang tidak tahu menjadi tahu, mengubah orang jahat
menjadi baik, tapi sekarang? Mengapa banyak sekali penjahat yang lulusan
sekolah? Lulusan perguruan tinggi? Mengapa semakin tinggi mereka sekolah,
mereka semakin jahat? Meski tidak semua seperti itu.
Mungkin karena ilmu tidak dibarengi dengan iman, jadilah ilmu
yang didapat digunakan ke arah yang tidak benar. Itulah bila ilmu tidak masuk ke
dalam hati. Seorang ustad ketika saya SMA pernah menyampaikan, “Ilmu adalah
cahaya dan tidak akan masuk ke dalam hati yang kotor”
Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Berhenti
mencari ilmu jika memang kau tak butuh dengan ilmu. Pertanyaannya, dapatkah kau
hidup tanpa ilmu?
So, Tetap semangat!
Luruskan Niat!
Tentukan target!
Jangan menyerah!
“Karena manisnya ilmu adalah ketika mencari, bukan menerima
begitu saja”
Komentar
Posting Komentar