Beberapa waktu lalu, saya kerap diminta untuk menjadi juri pada lomba penulisan karya ilmiah mahasiswa. Ada beberapa catatan yang saya dapatkan yang merupakan sebuah ironi bagi saya sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Apa pasal? Pasalnya adalah, dari essay sebanyak itu, tidak satupun saya temukan tulisan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari beberapa kali penjurian yang saya lakukan di beberapa lomba, tidak satupun saya temukan tulisan mereka.
Saya barangkali bisa menabah-nabahkan hati dengan pernyataan bahwa ketertarikan mereka adalah dalam penulisan sastra, tetapi kenyataannya tidak juga. Beberapa memang ya, sudah menelurkan tulisan sastra mereka, tetapi itupun tidak sampai 5% -nya dari yang saya lihat di angkatan saya. Pula, sebagai mahasiswa, ditambah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menurut saya kemampuan menulis essay seminimalnya adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sebab mahasiswa tidak bisa lepas dari menuliskan dan menerbitkan karya ilmiah. Dari sekian essay tersebut-- yang temanya umum-- , saya temukan justru mahasiswa dari Teknik, Kedokteran, Sosial Politik dan sebagainya yang banyak mengikuti lomba tersebut. Ke mana mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia? Padahal jika mau, saya yakin dalam hal penulisan dan tata bahasa, mereka bisa lebih baik dari mahasiswa lainnya.
Masalah penulisan dan tata bahasa. Saya kerap geregetan dengan penulisan para mahasiswa ini yang bahkanpun membedakan penulisan di- sebagai kata hubung tempat dengan di- sebagai kata hubung kerja saja mereka belum bisa. Seharusnya, untuk hal-hal semacam ini mereka sudah lulus sejak mereka dinobatkan sebagai alumni di Sekolah Dasar mereka. Juga dengan membedakan kapan seharusnya mereka menggunakan huruf kapital. Hal-hal semcam ini, kan, dasar sekali.
Di sini, saya tidak hendak menyalahkan pihak-pihak tertentu, toh pembelajaran adalah sebuah proses yang terus-menerus. Tapi, hanya sebagai koreksi untuk kita pengguna Bahasa Indonesia apalagi dengan label mahasiswa.
Saya barangkali bisa menabah-nabahkan hati dengan pernyataan bahwa ketertarikan mereka adalah dalam penulisan sastra, tetapi kenyataannya tidak juga. Beberapa memang ya, sudah menelurkan tulisan sastra mereka, tetapi itupun tidak sampai 5% -nya dari yang saya lihat di angkatan saya. Pula, sebagai mahasiswa, ditambah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menurut saya kemampuan menulis essay seminimalnya adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sebab mahasiswa tidak bisa lepas dari menuliskan dan menerbitkan karya ilmiah. Dari sekian essay tersebut-- yang temanya umum-- , saya temukan justru mahasiswa dari Teknik, Kedokteran, Sosial Politik dan sebagainya yang banyak mengikuti lomba tersebut. Ke mana mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia? Padahal jika mau, saya yakin dalam hal penulisan dan tata bahasa, mereka bisa lebih baik dari mahasiswa lainnya.
Masalah penulisan dan tata bahasa. Saya kerap geregetan dengan penulisan para mahasiswa ini yang bahkanpun membedakan penulisan di- sebagai kata hubung tempat dengan di- sebagai kata hubung kerja saja mereka belum bisa. Seharusnya, untuk hal-hal semacam ini mereka sudah lulus sejak mereka dinobatkan sebagai alumni di Sekolah Dasar mereka. Juga dengan membedakan kapan seharusnya mereka menggunakan huruf kapital. Hal-hal semcam ini, kan, dasar sekali.
Di sini, saya tidak hendak menyalahkan pihak-pihak tertentu, toh pembelajaran adalah sebuah proses yang terus-menerus. Tapi, hanya sebagai koreksi untuk kita pengguna Bahasa Indonesia apalagi dengan label mahasiswa.
Komentar
Posting Komentar