Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Ke mana Kita?

Beberapa waktu lalu, saya kerap diminta untuk menjadi juri pada lomba penulisan karya ilmiah mahasiswa. Ada beberapa catatan yang saya dapatkan yang merupakan sebuah ironi bagi saya sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Apa pasal? Pasalnya adalah, dari essay sebanyak itu, tidak satupun saya temukan tulisan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari beberapa kali penjurian yang saya lakukan di beberapa lomba, tidak satupun saya temukan tulisan mereka. Saya barangkali bisa menabah-nabahkan hati dengan pernyataan bahwa ketertarikan mereka adalah dalam penulisan sastra, tetapi kenyataannya tidak juga. Beberapa memang ya, sudah menelurkan tulisan sastra mereka, tetapi itupun tidak sampai 5% -nya dari yang saya lihat di angkatan saya. Pula, sebagai mahasiswa, ditambah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menurut saya kemampuan menulis essay seminimalnya adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sebab mahasiswa tidak bisa lepas dari menu...

Ramadhan adalah Segala Hal Tentangmu

Apa kabar, Bang? Barangkali bagiku rindu adalah seperti sarapan pagi yang setiap hari harus dilakukan. Rasa rindu itu pula yang akhirnya kujelmakan dalam harap-harap penuh kepadaNya. Doa bagiku adalah semacam salam rindu yang ku titipkan kepada Rabb kita. Sampaikah, Bang? Apa kabar, Bang? Ini ramadhan ke sekian puluh yang ku lalui, dan setiap melalui ramadhan aku merindukan topik pembahasan ramadhan kita tentang muslimin yang melalui ramadhan di bumi para mujahid. Hari ini, Bang.

Semoga untuk Pembawa Kejayaan

Rabb kami, Jadikan anak didik kami menjadi putra-putri kebaikan yang mencintai ilmu lagi senang mengamalkannya. Atau menjadi orang yang mencintai orang-orang berilmu dan senang membersamainya. Rabb kami, Bentuklah anak-anak didik kami menjadi anak-anak yang mengerti bahwa membuat Engkau ridha adalah lebih permata daripada sekedar nilai bagus di atas selembar kertas. anak-anak yang mengerti bahwa bahwa mereka dilahirkan untuk sesuatu yang lebih menyejarah dibandingkan sekedar tepukan meriah, jauh lebih berharga dari sekedar bisa menjawab soal-soal dalam ujian.

Bapak dan Guru Oemar Bakri

Pagi tadi dua puluh lima menit sebelum berangkat kuliah, Bapak sedikit bercerita tentang guru Oemar Bakri yang seolah nyata itu bagi Bapak. Sambil menyiasati lemari pakaiannya yang bermasalah di depan rumah. Bapak bercerita benar-benar seperti guru Oemar Bakri adalah seorang pahlawan yang dikenang, layaknya Bapak menceritakan Natsir, Hamka dan tokoh nyata lainnya. “Kayak guru Oemar Bakri. Jujur. Bener.” Aku tersenyum saja sambil memakai sepatu tali yang masih nyaman ku gunakan. “Oemar Bakri kan cuma tokoh fiktif, Pak.” jawabku sekenanya.