Langsung ke konten utama

Makna Sebuah Kehilangan




“Uang di kotak amal yang untuk baksos hilang,” begitu pesan yang saya baca di grup WhatsApp.  Pesan berantai berisi istirja mengalir dari setiap anggota grup, juga tentang beberapa detik berisi pesan yang isinya tak beda jauh dari menyalahkan satu dengan yang lainnya.
“Kan sudah saya bilang...”
“Lho, waktu itu kan saya sudah pesan...”
Hanya sebentar pertikaian itu, tapi mungkin ada hati yang terlukai.
“Ya sudah kita ambil ibroh nya saja...”
Kemudian hasil dari ibrah itu berbuah strategi. Walau kami percaya segala sesuatunya memang sudah kehendakNya, toh kehilangan inipun tak lepas dari kelalaian kami.
“Ya Rosulullah, unta ini aku ikat terlebih dahulu atau aku biarkan saja tak diikat dan serahkan urusan ini kepada Allah?” sebuah kisah di abad lalu bersama seorang  paling cinta dan sahabatnya. Terlintas dibenak saya.
“engkau ikat unta ini kemudian engkau serahkan urusan ini kepadaNya.” Dari kisah ini kemudian kita tahu, Rosulullah hendak mengajarkan makna tawakkal kepada kita. Bahwa Allah menyukai hambaNya yang berusaha dalam tiap urusannya sambil tetap meyakini bahwa Allah diatas segala usahanya.

Tapi ada yang lebih dari itu bagi diri saya atas makna kehilangan tersebut. Pesan singkat yang saya kirimkan sebelumnya, menyentak perasaan saya sendiri, “Innalillaahi...mungkin orang itu sedang sangat membutuhkan uang dan kita tidak tahu ia sedang membutuhkannya. Semoga Allah beri kesadaran.”
Semoga Allah beri kesadaran...
Semoga Allah beri kesadaran...
Semoga Allah beri kesadaran...
Setelah membaca kembali pesan yang saya kirim itu, ada gejolak dalam diri saya sendiri ...kesadaran itu memang Allah berikan,  tapi mungkin bukan untuk  orang yang mengambil uang tersebut melainkan untuk saya. Rasa-rasanya, Allah hendak menyentuh nurani saya pribadi lewat kejadian ini. Sebuah pertanyaan muncul, “apa sebab ia mencuri?” orang itu tentu tahu bahwa uang yang dia ambil dari kotak amal tersebut adalah untuk acara Bakti Sosial. Ah, benar. Mungkin ia sedang sangat membutuhkannya. Begitu prasangka saya yang lain. Dan saya tidak tahu bahwa orang itu sedang membutuhkan uang. Bisa saja ia mengambilnya untuk membelinya makanan tersebab sudah berhari-hari ia tak makan, bisa saja ia memang sedang kesusaha dan saya tidak tahu bahwa ia sedang kesusahan.  Ahh, muslim macam apa saya ini? Bisa jadi iman saya yang lemah turut andil atas masalah yang ia tanggung. Ya, iman saya yang lemah sehingga tak peka atas kondisi yang menimpanya. Maafkan kami saudaraku...maafkan kami.
Sementara Umar telah mengajarkan lewat rasa takutnya  jika ada rakyatnya yang kelaparan, “tentu. Tentu aku akan dimintai pertanggungjawaban atas ini,” bahkan rasa kekhawatiran jika ada yang keledai yang jatuh terperosok karena jalan yang berlubang dan ia segera memperbaikinya, “sebab ini semua akan dimintai pertannggungjawaban kelak, dan bagaimana Umar nanti bisa mengajukan pembelaan di sisi Allah?”
Sementara dalam hadistnya, Ia manusia paling cinta, Rosulullah mengajarkan “Bukan golongan kami, orang yang tidur dalam keadaan kenyang  sementara tetangganya kelaparan”, “Bukan golongan kami, orang yang tidak peduli urusan muslim lainnya.” Robbighfirlii...sementara begitu banyak orang diluar sana yang kelaparan sementara saya hanya memikirikan diri sendiri. Ampuni kami ya Allah...ampuni...kami ya Allah...kami melakukan semampu kami, kami menolong semampu kami dan Engkau yang Maha Mampu. Jika akhirnya hanyalah doa yang bisa kami lakukan, semoga bukan seperti pada kalimat “itulah selemah-lemahnya iman” tapi semoga doa kami adalah yang RosulMu katakan “senjatanya orang beriman”. Semoga Kau perkenankan...
Terima kasih telah titipkan pesan cintamu lewat cara yang meski tidak saya sukai. Kehilangan- Sebuah Hikmah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muhasabah Petang Lalu

”Barangsiapa yang belum pernah menemui kesulitan dalam proses pembelajaran ketika itu akan datang kepadanya suatu yang cepat berupa kesulitan dan kebodohan sepanjang hidupnya.” Cambuk bagi kita perkataan ulama Mesir diatas. Sebuah cambuk yang seharusnya menjadi renungan untuk para penuntut ilmu.

Tentang Kepenulisan #1

Pagiiiiiiii..........Hari ini cerah, bukan? Mari kita awali hari ini dengan bismillah dan semoga hal-hal baik membersamai kalian selalu. Setelah saya pikir-pikir, sepertinya blog saya ini kesannya diarish banget deh. nah...mulai saat ini, saya mau juga dong sharing2 ilmu tentag kepenulisan. semoga saja, ilmu yang sedikit ini bisa bermanfaat ya. Buat kalian yang seneng nulis, biasanya seneng juga nih dateng ke seminar-seminar/pelatihan-pelatihan menulis. selain karena ingin bertemu dengan pembicara-pembicaranya yang pastinya seorang penulis, juga pengen tau lebih banyak tentang dunia kepenulisan. Ini ada beberapa hal yang saya dapatkan ketika mengikuti seminar kepenulisan bersama bunda Asma Nadia dan Boim Lebon.

Pertemuan Kembali

Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barokatuh, teman-teman. Maasya Allah, alhamdulillahillazii bi ni'matihii tatimmusshalihat. Di bulan Syawwal yang insyaa Allah diberkahi ini, Allah masih memberikan kesempatan kita untuk menikmati segala karuniaNya. Maafkan, lama sekali tak bersapa langsung begini. Tersebab, ada project-project yang harus diselesaikan. Tersebab yang lain adalah, saya punya "kawan baru" yaitu mikroblog sebelah. Semoga ke depannya bisa lebih banyak bersama. Oya, project-project itu antara lain adalah mengedit tulsan seorang teman yang insyaa Allah akan meluncurkan buku keempatnya. Duh, ngomongin tentang peluncuran buku, jadi malu sendiri karena setahun kemarin merasa gak produktif untuk menulis sebuah buku, padahal target minimal setahun meluncurkan sebuah buku. Semoga tahun ini bisa tercapai. Oh, sekarang jadi tukang ngedit juga? Hehe, iya. Ahamdulillah sekaligus menerapkan ilmu yang dipelajari di kampus. Jadi kalau ada teman-teman yang membutu...