Ada satu quote
menarik tentang bagaimana seorang ibu yang terdidik, mampu lahirkan generasi
yang juga terdidik. “Mendidik seorang wanita berarti mendidik sebuah generasi”.
Kau pernah
merasakan setiap hari disibukkan dengan agenda yang sangat banyak, jadwal padat
dengan satu peranmu. Dokter, misalnya. Atau pegawai bank. Mungkin juga koki di
sebuah restoran.
Tapi pernah kau
bayangkan? Dalam satu hari dan mungkin di waktu yang bersamaan, kau (harus)
memiliki barbagai macam peran. Karena jika peran itu tidak kau pegang, maka
banyak jiwa yang menjadi korban. Entah korban kelaparan, korban kebodohan, atau
yang lebih mengerikan: kematian.
Peran yang
kumaksud adalah IBU. Ibuku, dan tentu saja mungkin ibumu. Ibu, yang jam
kerjanya tak mengenal waktu. Ibu, yang dalam sehari atau bahkan dalam satu
waktu memiliki peran ganda. Koki, Akuntan, Baby Sitter, Guru, Dokter, Perawat
dan lainnya. Ia lah koki terhandal, meski mungkin ia tak jago masak, tapi
bumbunya adalah cintanya, yang tiap kali kau rindu jika sehari saja tak
mencicipinya. Ia, tak akan rela jika penghuni rumah belum makan, meski
seringkali ia harus merelakan perutnya kosong demi kita. Anak-anaknya. Ia lah
akuntan yang setiap hari pikirannya berputar bagaimana agar pemasukan dan
pengeluaran bisa seimbang, syukur-syukur lebih agar setidaknya ia dapat membeli sepatumu yang
telah usang itu agar sedikit saja ia bisa menciptakan segaris senyum di wajahmu
atau jika tidak, ia tabung kelebihan uang tersebut agar menjadi tabunganmu
kelak. Lihat?! Ia bahkan tak memikirkan apakah bulan ini ia bisa memanjakan
sejenak tubuhnya di salon atau tidak? Jangankan ke salon, bisa kau hitung
berapa kali ibumu membeli baju baru untuknya dalam setahun? Ibu, yang harus
siaga menjadi dokter, menjagamu di lelap tidurmu, sekedar memastikan jika kau
butuh sesuatu atau memastikan apakah demammu sudah menurun.
Ia, yang bahkan
jika kau hanya tergores jarimu dan sedikit berdarah tak akan rela. Ia, yang
tanpa kau mengatakan kesakitanmu, ia akan tahu dengan sendirinya.
Dan yang
terutama, ibu adalah guru. Guru yang memiliki “perpustakaan pengetahuan”
berbagai macam ilmu. Ibu, guru pertama yang mengajarimu. Berjalan, menyentuh,
berbicara, berempati, berhitung, membaca, menulis, memberi, meminta, menyanyi,
berkomunikasi, mengobati. Kau, yang
lahir dalam keadaan yang sangat lemah, tak mengetahui dan tak membawa apa-apa
kecuali sebongkah hati yang fitrah dan tunduk pada TuhanNya. Menjadi seorang
“Kau” yang kini diperhitungkan keberadaanmu oleh sekitarmu. Menjadi “Kau” yang
kata orang adalah “Hebat”. Kau tau sebabnya? Sebab kau dididik oleh wanita yang
terdidik. Ibumu.
Soekarno, Hatta,
BJ Habibi, Edison, Eintein, Natsir, Hamka. Dan dirimu. Lihatlah?! Kau mengenalnya,
bukan? Merekalah anak-anak dari ibu-ibu mereka. Yang mengerti betul, bahwa dari
rahim dan tangannya akan lahir dan terbentuk sesosok manusia hebat yang akan
mengubah dunia. Baik dan buruknya sebuah generasi, tergantung dari bagaimana
para ibu mendidik, kan?
Ibu adalah Guru
dan Sekolah pertama kita. Bukankah darinya juga kita belajar tentang ketabahan?
Tentang kebaikan yang tak meminta untuk dibalas, tentang cinta yang sederhana tapi kekuatannya tak pernah
kita mengerti tapi bisa kita rasakan. Sebab ibu mengerti perannya, bahwa ia
adalah yang diandalkan untuk memperbaik peradaban dunia.
Bukan hanya
untuk para ibu, tapi juga untukmu para
calon ibu :)
Ciputat 2015

Komentar
Posting Komentar