Ada
sebuah kisah menarik dari audio yang saya yakin bukan kebetulah Allah
mengirimnya untuk saya dari seorang teman. Cerita itu dimulai oleh suara yang
saya tebak adalah seorang motivator. Ia memulainya dengan pengalamannya.
Saat
itu tahun 1998, beliau mengisi sebuah acara training untuk SMA di kota Bogor.
Peserta diberikan satu lembar kertas A4. Beliau meminta mereka untuk menggambar
apapun tentang mereka. Cita-cita, keluarga, atau apapun. Semuanya menggambar,
namun karena pesertanya anak-anak SMA tak ada yang serius. Sampai ada satu
perempuan bernama Ummu yang menggambar berbeda dari yang lainnya. Ia gambar
mawar berduri dengan background gelap.
“Saya
gambar Mawar Berduri” begitu jawab Ummu saat beliau menanyakan.
“Maksudnya
apa?”
Dan
inilah jawaban Ummu yang membuat saya kagum .
Mawar
itu sempurna karena ada durinya. Mawar sempurna justru karena ada duri. Tapi
banyak orang yang bilang kalau duri pada mawar itu mengurangi keindahan pada
mawar, mengganggu dan merusak keindahan mawar. Justru karena duri itulah, mawar
dikatakan sebagai mawar. Justru karena duri itulah mawar menjadi sempurna.
Saya
wanita, saya menggambarkan diri saya seperti mawar dan duri itu adalah aturan
Allah bagi setiap perempuan. Seperti duri pada mawar, banyak yang bilang,
aturan Allah bagi setiap perempuan itu merusak keindahan perempuan, membuat
perempuan susah gaul, susah mendapat kerja, susah beraktivitas. Padahal,
seperti duri pada mawar...aturan itu juga yang membuat wanita dikatakan sebagai
wanita.
Maka
saya wanita, dengan apa yang Allah mau untuk saya lakukan akan saya lakukakan,
dengan apa yang Allah mau untuk saya kenakan akan saya kenakan, dengan apa yang
Allah mau untuk saya rasakan akan saya rasakan. Maka saya mawar berduri, saya
wanita dengan apa yang Allah mau, Allah mau, Allah mau...ada pada diri saya.
“Lalu,
mengapa warna backgroundnya gelap? Kenapa tidak pilih warna lain?” beliau
bertanya lagi.
“Saya
tidak mau jadi mawar di tengah taman., “jawab Ummu. “Kalau saya jadi mawar di
tengah taman, akan mudah orang melihat dan memetik saya. Hanya ada denda 50.000
atau kurungan dua bulan, lalu orang memetik saya dengan mudah.”
“Saya
mau menjadi mawar di tepi jurang. Karena suatu nanti saya yakin, kalau kelak
ada laki-laki yang memetik saya, dia pasti laki-laki yang paling berani
mengorbankan nyawanya untuk saya. Resikonya besar. Nyawa. Bukan sekedar denda
dan kurungan.”
Maasya
Allah. Bukan anak SMA yang biasa. Ternyata cerita Ummu tak hanya sampai disitu.
Sang Motivator masih menceritakan tentang dirinya.
Dia
anak biasa, dari keluarga sederhan. Bahkan punya penyakit jantung. Biasa saja.
Dia
menjadi indah karena dia tidak pernah memburukkan gambarnya. Kalau orang
bertanya siapa dia, maka dia menjawab dengan jawaban yang indah, karena dia
yakin Allah akan mengindahkan dirinya dan masa depannya. Kalau orang bertanya
tentang cita-citanya, dia akan menjawab dengan jawaban yang terbaik karena dia
yakin, apapun keadaannya saat ini, Allah akan bantu mengindahkan cita-citanya
di depan.
Seseorang
yang besar karena tidak pernah merasa kecil. Buat kita yang punya Allah yang
Maha Yang Maha Yang Maha itu, kenpa kita harus merasa kecil? Kalau hari ini
kita tidak punya harta, kita merasa miskin. Tapi kan, kita punya Allah Yang
Maha Kaya. Jadi kenapa kita harus minder dengan kemiskinan kita? Kalau hari ini
kita merasa diri kita kecil, Tapi kan, kita dekat dan lebih dekat dari urat
nadi kita dengan Allah yang Maha Besar. Jadi kenapa kita takut dengan kekecilan
diri kita? Kalau hari ini kita merasa tidak
berilmu. Tapi kan, kita hidup senantiasa bersama Allah yang Maha Tau.
Jadi, kenapa harus takut, harus minder dengan apa yang kita miliki saat ini?
Kisah
Nabi Yusuf dalam surat Yusuf diceritakan dari mulai ayat ke-5. Pada ayat
tersebut Nabi Yusuf menceritakan tentang mimpinya. Lalu ayat ke-6 sampai ayat
99 itu hanya kisah perjuangan Yusuf. Dia dimasukkan ke dalam sumur, dia dijual,
dijadikan budak, digoda, dipenjara....terus...terus...cobaan semua. tapi di
ayat ke 100 Nabi Yusuf berhasil menjadi raja. Lalu dia panggil ayah dan saudara-saudaranya.
Ia dudukkan ayahnya di singasana,
“ayahku, ini mimpi yang dulu pernah ku ceritakan padamu dan sungguh
Allah telah baik menjadikannya kenyataan. Maka kalau kita belajar dari kisah
Yusuf, kisahnya mengajarkan kepada kita bahwa kisah hidup kita bukan dimulai
dari kemarin; dari siapa kita lahir, apa latar belakang kita, dari mana dulu
kita sekolah dan kuliah, apa pekerjaan kita. Tapi kisah hidup kita dimulai dari
saat kita berani untuk mengatakan apa mimpi kita, apa yang kita inginkan ke depannya.
Dan kisah hidup kita hanya pantas diakhiri seperti Nabi Yusuf.saat kita
berhasil mendapatkan apa yang pernah kita gambarkan. Dan kemudian kita katakan
pada orang-orang yang dulu pernah kita katakan mimpi kita: Sungguh Allah telah
baik untuk menjadikannya kenyataan.
Bagaimana?
Semoga menginspirasi J

Komentar
Posting Komentar