Langsung ke konten utama

Mahasiswa dan Sampah

Bukan, sampah yang saya maksud disini bukan sampah dalam makna konotasi, tapi benar-benar sampah dalam makna sebenarnya. Ya, sampah yang biasa kita temui dimana-mana. Dimana-mana loh ya, bukan Cuma di tempat sampah, karena toh pada kenyataannya saya jarang  melihat sampah yang banyak di tempat sampah tapi lebih sering melihat sampah-sampah itu berserakan di jalan, di atas rumput taman kampus, di loby fakultas, bahkan di dalam kelas tempat mahasiswa belajar! Well, seolah-olah saya tukang sampah banget sampe tau keadaan tempat sampah yang ‘sepi’ dari sampah. No, no, no, saya bukan tukang sampah, saya hanya suka mengembara dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain *samaaja*
Tulisan ini hanya ingin melampiaskan kegeraman saya akan apa yang sepertinya setiap hari saya temui. Saya mahasiswa baru dengan nasib jurusan yang tak punya lantai sehingga kehidupan perkuliahan saya nomaden dari kelas satu ke kelas lain, dari lantai satu ke lantai lain, dan dari gedung satu ke gedung yang lain yang tentu saja bergantian dengan beberapa jurusan lain. Dari perpindahan-perpindahan tersebut selalu ada perbedaan suasana ruang kelas dan fasilitas kelas. Hanya yang saya heran, ada persamaan yang begitu menyesakkan dada dan membuat saya geleng-geleng kepala, yaitu setiap saya dan teman-teman datang ke kelas, kelas tersebut banyak sampah berserakan! Dari mulai sampah bekas bungkus permen, tissue, gelas bekas air mineral, botol air mineral, sampai sebungkus kantong kresek yang isinya sampah-sampah! Ya Allah... siapa yang habis memakai kelas ini? Seperti kelas yang habis dipakai anak kelas 3 SD, ah, bahkan pun anak SD kelasnya tidak bersesaksampah(?) seperti  ini, karena mereka biasanya ketika di kelas diberi peraturan tidak boleh membuang sampah sembarangan, mereka mengerti dan tidak menyampah sembarangan. Ya, setidaknya mereka membuang sampah-sampah itu di laci meja mereka  :D
Saya tak menyangka, orang-orang yang disebut sebagai mahasiswa itu, yang saya perhatikan gaya bicaranya ‘wah-wah’ , yang sering aksi sana-aksi sini, demo sana-demo sini, yang aktif disana-sini, yang katanya disebut sebagai agent of change, ternyata cemen! lemah dalam tindakan bahkan membuang sampah masih sembarangan. Meski saya yakin tidak semua seperti itu. Ya, kan?
Kita katakan sampah adalah kotoran. Atau bisa kita anggap dahulu sebagai kotoran, seperti kotoran manusia. Kalau kita membuang sampah sembarangan, itu sama saja kita membuang kotoran kita-yang menjijikan itu- di sembarang tempat, dan setau saya yang membuang kotorannya sendiri di sembarang tempat itu Cuma orang-orang yang tidak waras(baca: orang gila). Jadii....(simpulkan sendiri!)
Anda sebagai orang-orang yang diberi anugrah untuk kuliah, orang-orang yang katanya berpendidikan tinggi, terpelajar, terdidik, tentu tak mau disamakan dengan orang-orang yang membuang kotorannya disembarang tempat yang sudah saya sebutkan diatas, bukan?
Tak hanya itu, yang seringkali membuat saya menghembuskan nafas(tidak pakai terakhir :D) adalah saat melihat sampah yang berserakan tersebut kita seolah-olah buta! Dan tentu saja stroke. Pura-pura tak melihat sehingga melihat sampah didekat sendiripun seolah tak peduli. Malah dengan santainya bermain gadget kalian, berdiskusi tentang mata kuliah yang akan berjalan, berbangga-bangga dengan IP yang kalian capai, bercerita tentang impian-impian kalian sambil makan makanan yang kalian beli diluar lalu ikut menyumbang sampah yang berserakan itu dengan bungkusan makanan kalian itu.
Kau tarus tahu, hidupmu bukan sebuah ego, bukan untuk dirimu sendiri. Kita seringkali disibukkan dengan urusan-urusan pribadi tanpa menyadari(atau tidak mau menyadari?) keadaan sekitar kita. Minimal sadar, kawan. Sadar, saja. Sadar dimulai dari yang terkecil saja. Sadar akan sampah-sampah itu, lalu dengan gerakan refleks, tangan-tangan kita memungut sampah tersebut meski kita tau itu bukan sampah kita, dan membuangnya ke tempat sampah. Sesimpel itu, kawan.
Bagaimanapun, ini perlu dibiasakan, kawan. Bagimu, mungkin ini amat remeh sekali (maaf, pemborosan kata), tapi dari hal-hal yang kau lakukan itu adalah cerminan pribadimu, cerminan negaramu, juga agamamu.
Pram dalam bukunya pernah berkata, “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
Jangan remehkan kebaikan sekecil apapun, kawan!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muhasabah Petang Lalu

”Barangsiapa yang belum pernah menemui kesulitan dalam proses pembelajaran ketika itu akan datang kepadanya suatu yang cepat berupa kesulitan dan kebodohan sepanjang hidupnya.” Cambuk bagi kita perkataan ulama Mesir diatas. Sebuah cambuk yang seharusnya menjadi renungan untuk para penuntut ilmu.

Tentang Kepenulisan #1

Pagiiiiiiii..........Hari ini cerah, bukan? Mari kita awali hari ini dengan bismillah dan semoga hal-hal baik membersamai kalian selalu. Setelah saya pikir-pikir, sepertinya blog saya ini kesannya diarish banget deh. nah...mulai saat ini, saya mau juga dong sharing2 ilmu tentag kepenulisan. semoga saja, ilmu yang sedikit ini bisa bermanfaat ya. Buat kalian yang seneng nulis, biasanya seneng juga nih dateng ke seminar-seminar/pelatihan-pelatihan menulis. selain karena ingin bertemu dengan pembicara-pembicaranya yang pastinya seorang penulis, juga pengen tau lebih banyak tentang dunia kepenulisan. Ini ada beberapa hal yang saya dapatkan ketika mengikuti seminar kepenulisan bersama bunda Asma Nadia dan Boim Lebon.

Pertemuan Kembali

Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barokatuh, teman-teman. Maasya Allah, alhamdulillahillazii bi ni'matihii tatimmusshalihat. Di bulan Syawwal yang insyaa Allah diberkahi ini, Allah masih memberikan kesempatan kita untuk menikmati segala karuniaNya. Maafkan, lama sekali tak bersapa langsung begini. Tersebab, ada project-project yang harus diselesaikan. Tersebab yang lain adalah, saya punya "kawan baru" yaitu mikroblog sebelah. Semoga ke depannya bisa lebih banyak bersama. Oya, project-project itu antara lain adalah mengedit tulsan seorang teman yang insyaa Allah akan meluncurkan buku keempatnya. Duh, ngomongin tentang peluncuran buku, jadi malu sendiri karena setahun kemarin merasa gak produktif untuk menulis sebuah buku, padahal target minimal setahun meluncurkan sebuah buku. Semoga tahun ini bisa tercapai. Oh, sekarang jadi tukang ngedit juga? Hehe, iya. Ahamdulillah sekaligus menerapkan ilmu yang dipelajari di kampus. Jadi kalau ada teman-teman yang membutu...