Langsung ke konten utama

Menapaki Jejak Sang Khalifah

“Bahan ini terlalu halus…”
Deg. Aku menoleh mencari sumber suara. Entah kenapa seperti pernah menemui kalimat tersebut. Seorang anak kecil dengan wajah malu berlindung di samping ibunya dengan tingkah polah manjanya. Sesekali jari mungilnya memegang kain bahan di depannya. Jilbab bergonya yang menjulur panjang membuatku selirik melihat jilbab yang ku pakai. Sedikit malu. Pasalnya jilbabku tentu saja tak sepanjang jilbab bergonya.
***
“Kain ini terlalu halus untukku” aku membayangkan, diriku berada disana. Melihat satu sosok yang tertawa mendengar kalimat orang di sampingnya yang tak lain adalah sahabatnya.
“Mengapa engkau tertawa?” Barangkali, aku yang sudah tahu kelanjutan cerita ini akan ikut tersenyum. Tentu saja diantara haru dan mata yang sudah basah.
“Aku hanya heran. Dulu waktu kau masih sebagai seorang pemuda di Madinah, kain seharga 30.000 ribu dirham masih sangat kasar menurutmu. Sekarang kini engkau telah menjadi khalifah tapi malah mengatakan kain seharga 3 dirham ini terlalu halus menurutmu.”
Dan mungkin aku akan memandang gamis yang ku pakai saat itu. Gamis ini, bukankah kelak akan dipertanggungjawabkan juga?
Kemudian mungkin aku akan tergugu lagi mendengar penuturan seorang mujahidah pendamping sang khalifah. “Mungkin ada yang shalatnya atau ibadahnya lebih banyak daripada Umar. Tetapi demi Allah, aku belum menemui di zamannya ada orang yang lebih takut kepada Allah daripada Umar Bin Abdul Aziz. Aku melihatnya bangun untuk qiyamullail, dia membaca Al Qur'an dan sampai pada ayat yang menyebut tentang akhirat lalu dia menangis sampai pagi.”
Seketika itu juga mungkin aku akan terlempar jauh. Jauh sekali. Mereka yang menghendaki kehidupan akhirat dan mencampakkan dunia sejauh-jauhnya.
Saya semakin terlempar jauh sekali.
“Ya Allah, aku mencintai orang shalih meski aku bukan bagian dari mereka…”

Ciputat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muhasabah Petang Lalu

”Barangsiapa yang belum pernah menemui kesulitan dalam proses pembelajaran ketika itu akan datang kepadanya suatu yang cepat berupa kesulitan dan kebodohan sepanjang hidupnya.” Cambuk bagi kita perkataan ulama Mesir diatas. Sebuah cambuk yang seharusnya menjadi renungan untuk para penuntut ilmu.

Tentang Kepenulisan #1

Pagiiiiiiii..........Hari ini cerah, bukan? Mari kita awali hari ini dengan bismillah dan semoga hal-hal baik membersamai kalian selalu. Setelah saya pikir-pikir, sepertinya blog saya ini kesannya diarish banget deh. nah...mulai saat ini, saya mau juga dong sharing2 ilmu tentag kepenulisan. semoga saja, ilmu yang sedikit ini bisa bermanfaat ya. Buat kalian yang seneng nulis, biasanya seneng juga nih dateng ke seminar-seminar/pelatihan-pelatihan menulis. selain karena ingin bertemu dengan pembicara-pembicaranya yang pastinya seorang penulis, juga pengen tau lebih banyak tentang dunia kepenulisan. Ini ada beberapa hal yang saya dapatkan ketika mengikuti seminar kepenulisan bersama bunda Asma Nadia dan Boim Lebon.

Pertemuan Kembali

Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barokatuh, teman-teman. Maasya Allah, alhamdulillahillazii bi ni'matihii tatimmusshalihat. Di bulan Syawwal yang insyaa Allah diberkahi ini, Allah masih memberikan kesempatan kita untuk menikmati segala karuniaNya. Maafkan, lama sekali tak bersapa langsung begini. Tersebab, ada project-project yang harus diselesaikan. Tersebab yang lain adalah, saya punya "kawan baru" yaitu mikroblog sebelah. Semoga ke depannya bisa lebih banyak bersama. Oya, project-project itu antara lain adalah mengedit tulsan seorang teman yang insyaa Allah akan meluncurkan buku keempatnya. Duh, ngomongin tentang peluncuran buku, jadi malu sendiri karena setahun kemarin merasa gak produktif untuk menulis sebuah buku, padahal target minimal setahun meluncurkan sebuah buku. Semoga tahun ini bisa tercapai. Oh, sekarang jadi tukang ngedit juga? Hehe, iya. Ahamdulillah sekaligus menerapkan ilmu yang dipelajari di kampus. Jadi kalau ada teman-teman yang membutu...