Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Menikah: Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Tiada terlihat indah lebih indah, bagi dua hati yang saling mencintai, yang semisal nikah. Tiada terdengar lebih tuah, bagi dua pribadi yang menikah, yang semisal berkah. Tiada terbaca lebih menjaga, bagi kedua jiwa yang berkah, yang semisal sakinah. Tiada teraba lebih membara, bagi dua sosok yang sakinah, yang semisal mawaddah. Tiada terasa lebih surga, bagi dua sosok yang mawaddah, yang semisal rahmah. Maka, di lapis-lapis keberkahan, rumah tangga surgawi itu menumbuhkan putra-putri berbakti yang mengenal Rabbnya, mentauhidkan Illahnya, memesrai kebersamaan dengan-Nya, menikmati ketaatan pada-Nya, bersumsumkan akhlaq mulia, dan bersendikan adab jelita. (Salim A Fillah)

Menang dan Kalah, Syuro dan Sabar

“…Karena jiwa tidak akan pernah menang, Dalam semua kecamuk perang, Kecuali setelah ia menang dalam pertempuran rasa, Pertarungan akhlak, dan pergulatan manhaj…” -Sayyid Quthb, Fii Zhilaalil Qur’an- Semakin banyak manusia berhimpun, maka akan semakin terlihat betapa beragamnya mereka. Perbedaan-perbedaan tak terelakkan baik dalam merasa, memperhatikan, memikirkan, menelaah, mengambil sikap, maupun bertindak. Maka hidup berjama’ah sekokoh janji, selalu memerlukan suatu ikhtiar agar perbedaan-perbedaan itu tak perlu mengguncang apalagi merenggangkan dekapan ukhuwah. “Perbedaan,” kata Ust. Anis Matta dalam Menikmati Demokrasi, “Adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjama’ah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan.” Nah, bagaimana mengelola perbedaan itu agar benar-benar menjadi kekayaan? Apakah Allah dan RasulNya menetapkan satu mekanisme untuk menyelesaikan soal ini? Dalam dekapan ukhuwah, mar...